Sabtu, 02 April 2011

JIHAD MASA KINI BERPERANG MELAWAN KEBODOHAN DAN KEMISKINAN


PENDAHULUAN
Sejak bung Karno dan bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan 65 tahun yang lalu sampai saat ini, ada fakta yang tak terpecahkan bahkan menjadi teka-teki bersama yaitu permasalahan kemiskinan dan kebodohan. Beberapa orang ternama di negeri ini tampil sebagai pahlawan, mencoba merubah wajah Indonesia dengan menerapkan perbagai kebijakan. Namun hasilnya, pemerintah masih terseok-seok memulihkan perekonomian bangsa.
Pemimpin yang muncul ke permukaan notabenenya beragama Islam. Mulai dari Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono. Perekonomian yang diterapkan mengadopsi paham capital. Dan terbukti hingga awal abad ke 20, perekonomian yang diterapkan di Indonesia terbukti gagal merubah kondisi perekonomian rakyat jelata. Beberapa pemikir dan mujahidin Islam nampaknya mulai resah dengan kondisi ini. Ekonomi syari’ah menjadi tawaran alternatf. Data statistic menunjukkan bahwa 60,4 juta jiwa rakyat Indonesia masih menyandang status keluarga miskin.
Ironisnya, sebagian besar keluarga miskin tersebut beragama Islam. Pengemis, pengamen dan anak jalanan yang sering ditemui di lampu merah kota metropolis juga ber-KTP Islam. Belum lagi, di pinggir jalan sering kita temui saudara kita yang meminta sumbangan untuk pembangunan masjid, sekolah Islam dan lain sebagainya. Kondisi ini akan berakibat semakin mudahnya serangan missionaris gereja menusuk pertahanan keimanan kaum muslim yang faqir.
Tepatlah bahwa prediksi Rosulullah SAW yang menyatakan bahwa “Kaadal Faqru an yakuuna Kufro”. Dalam bahasa kita dikenal dengan pernyataan “kefakiran/kemisknan mendekatkan kepada kekafiran”. Jika hal ini berlangsung lebih lama maka dapat berdampak pada kekafiran keseluruhan. Di sinilah perlu perjuangan ekstra demi mempertahankan aqidah islamiayah.
Melihat kondisi ini, idealnya kaum muslim segera mengambil langkah dengan menginfaqkan sebagian hartanya untuk kepentingan ummat, pengetahuan agama yang dimiliki didakwakan kepada mereka yang miskin dengan kepercayaan serta penguasa mengambil kebijakan yang menguntungan bagi mereka yang berjuang mempertahankan keimanan di pelosok desa.
Namun sangat disesalkan pejuang yang mengatasnamakan Islam, setelah duduk di kursi  bergengsi dengan baju safari dan dasi, ternyata hanya santai berdiskusi tanpa ada realisasi. Jerit tangis saudara kita di daerah terisolir hanya menjadi hiasan televisi dan pelengkap berita di media masa, hanya sampai pada  dinding telinga tapi tidak mampu mengetuk pintu hati mereka.
Semua realita inilah yang menginspirasi lahirnya tulisan ini. Semoga juga goresan ini bernilai jihad di sisi Allah SWT.


ARTIKULASI JIHAD
Secara bahasa, jihad berasal dari kata Jahada, Yujahidu yangberati berjuang (Abu Rifki, dkk: 2000: 140). Sedangkan menurut syari’at, empat imam terkemuka mempunyai pandangan tersendri. Imam Hanbali (Ibnu Qudamaa: juz X: hal.375) bahwa jihad adalah berperang melwan kaum kafir, baik farddu kifayah maupun fardhu ain, ataupun dalam bentuk berjaga-jaga terhadap musuh, menjaga perbatasan dan calah-celah wilayah Islam.
Ungkapan yang sama juga dilontarkan oleh Imam Maliki (M. Ilyas: juz III: 135) dan imam Syafi’I (Al-Khathib: juz IV: 225) yaitu berperang di jalan Allah. Berbeda dengan Imam Hanafi yang lebih lentur memaknai arti jihad. Beliau mendefinisikan jihad dengan pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan lisan, harta, jiwa ataupun dengan yang lain.
Dalam konteks hari ini, dengan melihat kondisi Indonesia yang aman dari serangan kaum Quroisy maka makna jihad dengan jalan peperangan sangatlah berlebihan. Esensi dari jihad itu sendri harus di sesuaikan dengan situasi dan kondisi perjuangan kaum muslim.
Berbanding terbalik makna jihad yang dipakai oleh para teroris yang “berbaju” mereka mengartikan ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan jihad secara tekstual. Misalnya makna jihad yang terkandung dalam QS At-Taubah ayat 5 (DEPAG RI: 2007: 187) “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, Maka Bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam dari pada itu, tragedy 11 September 2001 yang menggemparkan dunia yaitu hancurnya gedung termegah yang berdiri tegar dan kokoh sebagai icon Amerika Serikat. Pagi itu, suasana tenang di kota Metropolis New York  tiba-tiba terusik dan tercabik-cabik oleh Boeing 767 American Lines yang terbang begitu rendah sehingga mendarat tepat pada badan gedung. Pada saat yang bersamaan, dari arah yang tak terduga muncul pesawat American Lines 77 nyelonong menembus perhatahan militer negeri Paman Sam.
Pada Jum’at 14 september 2001, pemerintah AS mengumumkan bahwa tersangka teror yang menghancurkan gedung WTC dan Pentagon adalah osama Bin Laden. Namun ada yang aneh dari kejadian ini, Ready Susanto menulis dalam bukunya berjudul “Osama Bin Laden, Jihad Sepanjang Hayat”, 4.000 orang warga Israel selamat, mereka yang selamat adalah mereka yang tidak masuk kantor pada saat kejadian. Boleh jadi, ini adalah rencana adu domba pemerintah AS untuk mengumumkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama teroris.
Dalam menafsirkan ayat-ayat tentang seruan jihad hendaklah jangan mengambil makna literalnya saja tanpa memahami sejarah turnnya (asbab an-nuzul). Banyak korban bergelimpangan ketika mujahid Imam Samudra dengan wajah tanpa dosa meluncurkan Bom di Bali pada Oktober 2002 yang lalu, sedikitnya 202 korban jiwa meninggal dunia dan 300 orang  lainnya luka-luka (KOMPAS edisi Oktober 2002). Belum lagi aksi teror lainnya yang banyak merenggut nyawa orang-orang tidak berdosa. Sejak tahun 1981 sampai 2010 tercatat 30 kasus aksi teror, baik terjadi di Indonesa maupun terjadi di Negara lainnya.
Untuk menghindari klaim bahwa Islam disebarkan dengan kekerasan (pedang) maka kita harus lebih santun memahami makna jihad tersebut. Salah seorang ulama besar Indonesia Quroisy Shihab mengungkapkan bahwa maksud perintah dalam Qur’an surat At-Taubah ayat 5 tentang perintah jihad “perintah membunuh orang musyrik adalah mereka yang menggangu dan menganiaya kaum muslim, tidak berlaku bagi mereka yang tidak memerangi kaum muslim”.
Sungguh, pendapat yang bijaksana karena al-Qur’an tidaklah datang dari ruang hampa melankan merespond situasi dan kondisi kaum muslim. Lebih cermat lagi jika kita mengacu kepada ayat al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 95 “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya…(al-ayat). Jadi jelaslah bahwa imam Hanafi memaknai jihad dengan mengerahkan semua kemampuan yang ada, baik dengan harta, jiwa dan lisan.

JIHAD MASA KINI
            Jika rasa anggur pahit, jangan salahkan cawannya tapi tanyakan penyebabnya. Jika beberapa tahun terkahir ini banyak terjadi aksi teror dengan, jangan salahkan agama yang dianut pelaku teror tapi tanyakan kenapa mereka meneror atas nama jihad fi sabilillah. Imam Samudra dengan wajah tanpa dosa mengakui perbuatan kejinya dengan berdalih amar ma’ruf nahi munkar. Sepak terjangnya terhimpun dalam buku yang ditulis oleh Abdul Aziz berjudul “Aku Melawan Teroris”.
            Namun tanpa disadari, berapa banyak manusia tak berdosa menjadi korbannya. Belum lagi klaim masyarakat awan terhadap Islam, aksi teror tersebut berkonotasi buruk terhadap perkembangan dakwah Islam. Sementara itu, ulama’ dan pemuka agama yang berdakwah dengan lisannya ikut terkena percikan kekejaman ajaran Islam tentang jihad. Padahal tidak demikian, hanya oknum yang memaknai jihad sebagai perang dengan senjata (bom).
            Islam mengajarkan agar kaum muslim mempertahankan diri dari serangan kaum musyrik. Jika mereka tidak menyerang, maka kaum muslim tidak boleh menyerang mereka. Inilah yang diajarkan dan dicontohkan nabi Muhammad SAW. Dalam konteks saat ini, setidaknya ada dua kondisi yang memperihatikan dan seharusnya menjadi focus jihad kau muslim yaitu belenggu kemiskinan dan deraan kebodohan serta keterbelakangan.

A.      JIHAD DENGAN HARTA
Di zaman yang bebas menyebarkan keyakinan, nampaknya target utama missionaris adalah muslim Indonesia. Dengan pelbagai strategi dakwah yang mumpuni serta modal dana yang besar dipasok dari Roma, mereka dengan mudah menyusup ke pelosok desa dengan menawarkan kesejahteraan jika kaum muslim mau meninggalkan aqidah. Di satu sisi kaum muslim yang terisolir, jauh dari tinjauan dakwah dan berstatus miskin, di sisi lainnya mereka juga susah untuk mempertahankan hidup, maka tiada piihan jalan lain kecuali menjual aqidah demi sesuap nasi. Hal ini berarti bahwa kemiskinan haruslah diperangi dengan berjihad.
Jihad dengan harta bermaksud untuk membantu saudara-saudara kita yang butuh dengan uluran tangan kita sehingga mereka merasa ada persaudaraan yang erat antara kaum muslim yang satu dengan muslim yang lainnya. Sejalan dengan jihad yag dilakukaran Rosulullah SAW yaitu berdakwah dimulai dari Mekkah sampai ke Madinah atau dengan kata lain berjihad dari penduduk yang sepi sampai pada penduduk yang ramai.
Islam menawarkan konsep sederhana dan ringan untuk mengentaskan kemiskinan. Konsep tersebut dikenal dengan istilah zakat. Al-Qur’an secara eksplisit mengajarkan agar kita berzakat untuk menyucikan harta. Di samping itu juga gerakan zakat berfungsi membantu fakir miskin untuk mempertahankan hidupnya. Bukti oktentik perintah zakat itu Allah abadikan di dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 103 “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
            Jika kesadaran berzakat menjadi ruh pribadi kaum muslim, dapat dipastikan angka kemiskinan di Indonsia akan menyusut drastris. Alternatf pemecahan masalah kemiskinan ini sebenarnya telah ada sejak zaman Rosul, sampai-sampai rosul sangat membenci kaum muslim yang tidak mau mengeluarkan zakat.  Dengan demikian, berjihad dengan harta lebih mengenai sasaran dari pada jihad dengan kekerasan.
B.       JIHAD DENGAN JIWA
Belakangan ini, ada jelmaan dan tragedy misterius yang membuat geram kaum muslim. Paham aliran, dan organisasi yang mengatasnamakan penegakan kalimatullah menyebar luas di Indonesia. Mulai dari berkembangnya Lembaga Dakwah Islam Indonesia  (LDII) sampai aksi protes terhadap pengikut Ahmadiyah. Kehadiran mereka cukup menjadi perhatian, baik pemerintah maupun kaum muslim yang berpegang teguh pada kemurnian al-Qur’an dan sunnah.
Pada hakikatnya mereka merupakan saudara kita yang sama secara keyakinan namun berbeda dalam memahami pesan agama Islam. Mereka juga berjuang untuk menunjukkan eksistensi mereka sampai diakui keberadaan paham yang mereka anut. Musuh seperti ini sangatlah sulit dibedakan antara kawan dan lawan. Oleh karenanya, dibutuhkan pemahaman yang memadai untuk menghindari dari kesesatan. Jika kurangnya pengetahuan tentang agama yang haq, tidak ada pilihan kecuali terombang-ambing dalam hal keyakinan. Hal ini menunjukkan bahwa kebodohan menjadi musuh kita bersama.
Sebuah langkah pembaharuan dalam rangka mengurangi kebodohan dan ketertinggalan sebenarnya dapat ditempuh dengan pendidikan, baik formal maupun non formal. Sebuah organsasi telah menunjukkan keberhasilannya dalam melawan kebodohan terutama dalam hal pengetahuan agama. Wadah perjuangan tersebut terhimpun dalam Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Muslim Indonesia (BKPRMI). Organisasi ini sekarang dapat menembus sampai pada tingkat kecamatan dan pedesaan.
Sebuah gerakan jihad BKPRMI diharapkan mampu memberikan pencerahan dan kontribusi yang signifikan terhadap pemecahan masalah kedangkalan pemahaman terhadap agama sejak dini. Jihad juga dapat dilakukan dengan perorangan, mempelajari ilmu agama terutama al-Qur’an, hadits, fiqih, dan lain sebagainya. Secara garis besar, ada tiga pokok ajaran Islam yaitu Aqidah, ibadah dan Mu’amalah.
Jihad yang sesungguhnya pada masa kini, kembali pada kemampuan individu masing-masing, seorang muslim yag duduk di kursi legislatif semestinya merancang dan membuat peraturan yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits sehingga muncul ketenangan dalam menjalankan keyakinan (bertauhid). Pemimpin muslim yang duduk di kursi eksekutif akan menjalankan peraturan karena peraturan merupakan amanah yang harus dijalankan. Begitu pula muslim yang berkedudukan di kursi yudikatif akan mengawasi keberlangsungan kegiatan keagamaan.
            Komitmen setiap individu untuk berjihad memerangi kebodohan dan kemiskinan merupakan sebuah keharusan. Setidaknya dimulai dengan diri sendiri yaitu berusaha dengan semaksimal mungkin menjadi muslim yang kuat, baik kuat dalam ekonomi maupun dalam ilmu pengetahuan dan keyakianan.

Wallahu A’lam.



SIMPULAN
Jihad masa kini lebih mengenai sasaran dengan harta dan jiwa. Jihad dengan harta yaitu menginfaqkan harta kekayaan di jalan Allah, khususnya bagi perjuangan dan peperangan untuk menegakkan kalimat Allah serta menyiapkan keluarga mujahid. Jihad dengan jiwa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu. Jihad juga dapat dilakukan secara individu ataupun kelompok.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Hanif, 1999, Abu Rifki dkk, Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Terang Terbit
Al-Khattib, Haasyiyah al-Bujairimi ‘alaa Syarh al-Khathiib. Juz.IV.
Aziz, Abdul, 2004, Aku Melawan Teroris, Solo: Jazara
Departemen Agama RI, 2007, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Diponogoro
Ilyasy, Muhammad, Munah al-Jaliil, mukhtashar sayyidi Khalil. Juz.III
KOMPAS Edisi Oktober 2002
Susanto, Ready, 2001, Osama bin Laden, Jihad sepanjang Hayat. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama
Qudamaa’, Ibnu, Al-Mughniy, Juz X

Tidak ada komentar:

Posting Komentar