Rabu, 04 Mei 2011

Dasar-Dasar Falsafi Ahwal dan Maqamat Dalam Tasawuf

Dasar-Dasar Falsafi Ahwal dan Maqamat Dalam Tasawuf

A.     Pengertian dan perbedaan Maqamat dan Tasawuf
Banyak jalan dan cara yang ditempuhi seorang sufi dalam meraih cita-cita dan tujuannya mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, seperti memperbanyak zikir, beramal shaleh dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam perjalanan spritualnya, seorang sufi pasti menempuh beberapa tahapan. Tahapan-tahapan itu disebutkan muqamat/stasiun (jama’ dari maqam).
Rivay Siregar (2002:113), menjelaskan bahwa dikalangan sufi, orang pertama yang membahas masala tidak dapat dipisahkan h al-maqamat atau jenjang dan fase perjalanan menuju kedekatan dengan Tuhan, adalah al-Haris Ibnu Asad al-Muhasibi (w.243 H).  namun siapapun yang pertama menyusun al-maqamat, tidaklah dipermasalahkan, tetapi yang pasti adalah sejak abad 3 hijriyah setiap orang yang ingin mencapai tujuan tasawuf, ia harus menempuh jalan yang berat dan panjang, melakukan berbagai latihan amalan, baik amalan lahiriah maupu batiniah.
·      Al-Ahwal
Menurut sufi, al-ahwal jama’ dari al-hal dalam bahasa inggris disebut state, adalah situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia Allah, bukan dari hasil usahanya (Rivay, 2002:131). Dengan kata lain, seorang salik (penempuh jalan tarekat) yang serius hatinya dipenuhi dengan bersitan-bersitan hati, sehingga banyak hal dan sifat yang kemudian berubah dalam dirinya. Sebagian sufi sepakat menyebut gejala ini sebagai ahwal, dan sebagian sufi lain menyebutnya sebagai maqamat (kedudukan/tingkatan) (Abdul Fattah, 200: 107).
Namun, penulis lebih sependapat dengan Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin (2000:71) yang mengatakan bahwa hal sama dengan bakat, sedangkan maqam diperoleh dengan daya dan upaya. Jelasnya, hal tidak sama denagan maqam, keduanya tidak dapat dipisahkan.

B.     Macam-macam Maqam dalam Tasawuf
Adapun tahapan yang harus dilalui dalam al-maqamat tersebut antara lain:
1.      Taubat
Secara bahasa, taubat berarti kembali. Kembali kepada kebenaran yang dilegalkan Allah Swt. dan dianjurkan Rasulullah Saw. Taubat merupakan upaya seorang hamba menyesali dan meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan selama ini.

2.      Zuhud
Secara bahasa Zuhud: Uhud (arab) darwia; pertapa dalam islam; orang yang meninggalkan kehidupan duniawi, mempunyai sikap tidak terbelenggu oleh hidup kebendaan. Amin Syukur (1997:1) menambahkan, zuhud berarti menghasilkan diri dari kesenagngan dunia untuk ibadah. Sedangkan orang yang memiliki sikap zuhud disebut zahid.

3.      Faqr (fakir)
Faqr adalah maqam yang bertujuan untuk menyucikan diri dari segala keinginan selain Allah. Tidak ada yang lebih penting dalam menghambakan diri kepada sang khalik selain membebaskan keterikatan batin kepada selain-Nya. Dengan pengertian bahwa melalui faqr, para salik akan menyadari serba terbatasnya dirinya sebagai hamba. Sehingga, perasaan itu melahirkan kepasrahan dan ketundukan.

4.      Sabr (sabar)
Fiman Allah Swt, dalam Q.Q. Az-Zumar: 10
Artinya:
 Sesungguhnya Hanya orang-orang yang Bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Al-Ghazali mengatakan, “Sabar berarti bersemayamnya pembangkit ketaatan sebagai ganti pembangkitan hawa nafsu”. Al junaid berkata bahwa sabar iti, “ menanggung beban demi Allah Swt. hingga  saat-saat sulit tersebut berlalu”. Sedangkan menurut Sahl At-Tusturi, “sabar berarti menanti kelapangan (jalan keluar, solusi) dari Allah”.

5.      Syukur
Abdul Fattah Sayyid Ahmad (2000:124) dalam bukunya Tasawuf: antara Al-Ghazali dan Ibnu taimiyyah, tidak memisahkan antara sabar dan syukur. Bahkan menurut beliau, sabar dan syukur adalah  dua buah kata yang digunakan untuk menyebut satu makna. Menguatnya motivasi agama dalam melawan motivasi syahwat, jika dilihat dari sudut pandang dorongan syahwat, disebut ‘sabar’. Menguatkan dorongan agama dalam melawan motivasi syahwat, jika dilihat dari susut pandang motivasi agama, disebut ‘syukur’.

6.      Tawakal
Kata ‘tawakal’ diambil dari akar kata ‘wakalah’ “Dia mewakilkan urusannya kepada si fulan”. Kata ‘mewakilkan’ disini berarti ‘menyerahkan’ atau ‘mempercayakan’. Tawakal berarti menggantungkan hati hanya kepada ‘al wakil’(tumpuan perwakilan).
Beberapa ulama berpendapat mengenai tawakal ini. Abu Bakar Al-Zaqaq berkata, ketika ditanya tentang tawakal”Hidup untuk satu hari menenangkan kepedulian akan hari esok”. Ruwaim mengatakan, tawakal adalah percaya akan janji. Dan Sahl ibn Abdullah berkata bahwa tawakal itu, “ Menyerahkan diri kepada Allah dalam urusan apa pun yang Allah kehendaki”. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun ridho terhadap-Nya (Q.S. Al-Ma’idah:119).

7.      Ridho (rela)
Ridho berarti penerimaan, tetapi ia juga berarti kualitas kepuasan dengan sesuatun atau seseorang. Ridho digambarkan sebagai “keteguhan di hadapan qadha”. Allah Swt, menyebutkan ridho dalam kitab-Nya.
Artinya:
“Allah ridha terhadap mereka dan merekapun rihda terhadap-Nya” (Q.S. Al-Ma’idah: 119)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar